Senin, 24 Oktober 2011

Angan-Angan Yang Memperdaya


Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Masud, Rasulullah, suatu hari, duduk-duduk santai bersama para sahabatnya. Utusan Allah ini lalu menggambar empat persegi panjang di atas tanah. Dari tengah empat persegi panjang itu, kemudian ia menarik garis lurus yang menjulur keluar, lalu memberi garis-garis kecil menuju garis di tengah tersebut.

Para sahabat memperhatikan gambar itu penuh tanda tanya. Suasana menjadi hening. Begitu selesai, Rasulullah lalu menjelaskan, ''Ini, titik yang berada di ujung garis di tengah, adalah menusia. Sedangkan keempat garis persegi panjang adalah ajal yang selalu mengitari kehidupannya di dunia ini.''

Setelah itu nabi melanjutkan, ''Sedang garis lurus yang menjulur keluar adalah angannya yang indah dan menyilaukan, sementara garis-garis kecil adalah kejadian-kejadian yang selalu ia akan hadapi sepanjang hidupnya (seperti sedih, gembira, panas, lapar, dingin, sakit, sukses, gagal, untung, dan bangkrut). Bila ia lolos dari yang satu, maka akan ditimpa oleh yang lain. Bila lolos dari yang terakhir ini, maka ia akan ditimpa oleh yang lainnya lagi. Demikian seterusnya.''

Inilah kehidupan dunia, semuanya bergerak sesuai sunnatullah 'hukum alam' yang tak bakal berubah. Hal yang perlu disadari lebih dalam adalah bahwa semuanya merupakan bentuk ujian yang akan menentukan kualitas kehidupannya di sisi Allah.

Namun, seringkali tujuan hidup seperti ini terhalang oleh kemilaunya angan-angan yang menyilaukan. Pada hakekatnya semua itu menjebak dirinya. Angan-angan untuk bisa hidup layak di masa mendatang seringkali menutup kesadaran manusia bahwa hidup ini, bagaimanapun lamanya, pasti dibatasi oleh keempat garis ajal. Secepat itu pula kesadaran akan adanya batas-batas moral dan hukum lenyap di telan ramainya persaingan. Akhirya kedamaian dan kenyamanan hidup menjadi barang mahal yang tak sanggup dibeli oleh masyarakat.

Semoga bermanfaat.
Red. PumitaBusan.COM

AnTaRA 2 HaTi...






RAJIN :


# Orang yang rajin disangka tak ikhlas.

Hati yang dengki berkata, "Dia cuma ingin tarik perhatian tuan pengurus!"

Hati yang baik berkata, "Bagus, Aku ingin mencontohinya."

REHAT :

# Orang yang berehat disangka malas.

Hati yang buruk sangka berkata, "Dia memang begitu, suka curi tulang!"

Hati yang baik berkata, "Kasihan dia. Penat agaknya."

BELI :

# Orang yang membeli kereta besar disangka ingin menunjuk-nunjuk.

Hati yang dengki berkata, "Menyampah aku, dia ingat di kaya sangat!"


Hati yang baik tertanya-tanya, "Apakah rahsia kejayaannya?"

BERNIAGA :

# Orang yang berniaga disangka tamak.


Hati yang dengki berkata, "Tamak betul, tidak cukupkah dengan apa yang ada!"


Hati yang berkata, "Bagus! Harap-harap nanti dia akan menggunakan kekayaannya ke jalan kebaikan."


DIAM :


# Orang yang diam disangka menyendiri :

Hati yang buruk sangka berkata, "Dia memang tak pandai bergaul dengan orang lain."


Hati yang baik berkata, " Mmm...apa kata jika aku pergi berbual dengannya."


CANTIK :


# Orang yang cantik disangka sombong.


Hati yang dengki berkata, "Mesti sombong, semua orang cantik pasti begitu!"


Hati yang baik berkata, "Orang yang cantik tidak semestinya sombong."


BAIK :


# Orang yang baik disangka mempunyai niat tersembunyi.


Hati yang dengki berkata, "Mesti ada sebab...kalau tak,kenapa tiba-tiba dia buat baik dengan aku?"


Hati yang baik berkata, "Alhamdulillah, sikap seperti ini yang perlu ada pada setiap orang."


DERMA :


# Orang yang menderma disangka ingin menunjuk-nunjuk.


Hati yang dengki berkata, "Dia ingat dia seorang sahaja boleh derma? Aku pun boleh!"


Hati yang baik berkata, "Alhamdulillah, semoga sikapnya dicontohi orang lain."


Larangan Panjang Angan-Angan

Dari 'Abdullah bin 'Amr r.a, ia berkata, "Pada suatu hari ketika kami sedang memperbaiki rumah kami, mendadak Rasulullah saw. lewat dan bertanya, 'Apakah yang kamu kerjakan?' Kami berkata, 'Gubuk ini sudah tua dan kami sedang memperbaikinya.' Rasulullah saw. berkata, 'Saya kira ajal kita lebih cepat datangnya daripada runtuhnya gubuk ini

Kandungan Bab:

  1. Makruh hukumnya panjang angan-angan untuk membangun dunia yang fana ini karena kehancuran dunia begitu cepat. Namun, hendaklah meletakkan kematian di depan matanya karena kematian lebili cepat datang menghampirinya. Barangsiapa melakukan hal itu niscaya amalnya akan menjadi baik dan niatnya akan menjadi ikhlas. Akan tetapi, barangsiapa menyibukkan diri dengan dunia niscaya ia akan lupa tempat kembali yang pasti didatanginya.
  2. Hadits di atas bukan berarti anjuran meninggalkan apa-apa yang bermanfaat dan mengabaikan urusan dunia yang menjadi kebutuhan hidup manusia. Akan tetapi, hal itu merupakan anjuran agar kita tidak terlalu condong kepada urusan dunia sehingga menjadi keinginan kita yang paling besar dan menjadi kesudahan ilmu. Kita memohon keselamatan kepada Allah SWT.

Sumber: Diadaptasi dari Syaikh Salim bin 'Ied al-Hilali, Al-Manaahisy Syar'iyyah fii Shahiihis Sunnah an-Nabawiyyah, atau Ensiklopedi Larangan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, terj. Abu Ihsan al-Atsari (Pustaka Imam Syafi'i, 2006), hlm. 1/601-602.

Oleh: Fani

SUUL KHOTIMAH

SUUL KHOTIMAH

Sebahagian besar orang yang Soleh-soleh, sangat takut akan Suul Khotimah. Maka ketahuilah sekarang, semuga Allah memberi engkau hidayah bahawa Suul Khotimah itu ada dua tingkatan; masing-masing besar bahayanya.

Tapi ada yang lebih besar bahayanya diantara yang dua itu, iaitu, hati kita di waktu sakaratulmaut atau di waktu payah menderita sakit dengan kepada sakaratulmaut dan sudah zhohir huru-haranya, datang di hati keragu-raguan, atau ketidak percayaan sama sekali terhadap Allah. Maka nyawanya dicabut dalam keadaan tidak beriman, tidak percaya kepada Allah swt. atau dikuasai oleh keragu-raguan, naudzubillah.

Jadi yang menguasainya ialah keruwetan kufur yang menjadi tabir penghalang hatinya antara dia dengan Allah swt. selama-lamanya.

Yang demikian itu akan menyebabkan dia terjatuh dari Allah selama-lamanya, dan azab yang kekal terus menerus tidak bisa terpisah iaitu azab kekufuran, jauh dari Allah swt.

Tingkat yang ke dua : iaitu hatinya dikuasai oleh kecintaan terhadap soal-soal dunia yang tidak ada hubungannya dengan akhirat atau satu keinginan dari soal-soal duniawi yang selalu terbayang di hatinya, misalnya dia sedang membangun sebuah rumah, dan hatinya masghul/berbimbang akan hal itu saja sehingga pada waktu sakaratulmaut, terbayang saja rumah yang belum selesai itu ia tenggelam di dalamnya, hatinya penuh, sampai tidak ada tempat untuk yang lain.

Bila kebetulan nyawanya di cabut dalam keadaan demikian, maka tidak ada tempat bagi Allah swt dihatinya.

Jadi hatinya tenggelam dalam keadaan demikian, kepalanya di jungkir balik; kepalanya kedunia dan kakinya ke Allah swt. Mukanya hanya melihat dunia sahaja, sedangkan punggungnya dikasihkan kepada Allah swt. Kalau muka sudah berpaling daripada Allah, datanglah tabir itu. Kalau tabir penghalang antara dia dengan Allah sudah turun, ertinya sudah ada azab itu, seksa sudah ada tak dapat tiada. Sebab api yang menyala-nyala itu, yang disebut dalam Al-Quran, hanya akan memakan orang-orang yang dihijab itu.

Ada pun orang mukmin yang sihat hatinya, jadi tidak tertambat oleh hubbud-dunya, dan menghadap kepada Allah swt. Iaitu yang disebut dalam firman Allah yang bermaksud:

"Pada hari itu, hari manusia meninggalkan dunia, tidak ada gunanya wang dan anak-anak. Yang selamat hanyalah orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang sihat". Ertinya sihat tidak ada penyakit hubbu-dunya.

Kepada orang itu, maka api neraka berkata:

"Boleh engkau lewat wahai orang mukmin, sebab nur yang afdhal di hatimu itu sudah memadamkan nyala apiku". Ini diriwayatkan dalam hadis Ya'la bin Munabbih.

Kalau kebetulan dicabut nyawanya dalam keadaan tertarik oleh hubbu-dunya, dikuasai oleh hubbu-dunya (hubbu-dunya itu cintakan dunia yang tidak ada hubungannya dengan akhirat), ini sangat berbahaya sekali. Sebab, manusia itu matinya bagaimana hidupnya, begitu hidupnya begitu pula matinya, juga begitu matinya begitu pula bangkitnya dari kubur, jadi keadaannya berantai.

Apabila engkau bertanya: "Apa yang menyebabkan suul khotimah itu ?". Maka jawabnya:
Ketahuilah bahawa sebab-sebabnya banyak, tidak bisa diperinci satu per satu tetapi bisa ditunjukkan pokok-pokoknya saja.

Ada kalanya kerana mati dalam keragu-raguan dan dalam keadaan terhijab. Sebab-sebabnya bisa disingkatkan menjadi dua sebab.

Seseorang bisa jadi Suul Khotimah, padahal dia itu seorang yang warak zuhud dan solleh. Mengapa sampai demikian??
Kerana di dalam iktikadnya ada bidaah, bertentangan dengan iktikad yang yang diiktikadkan oleh Rasulullah SAW, sahabat dan tabi'iinya. Ia memang rajin solatnya, rajin membaca Al-Quran, sampai kata Rasulullah (tentang khawaridj itu) :"Membaca Al-Quran lebih rajin dari kamu (para sahabat) dan solatnya lebih rajin daripada kamu; sampai masing-masing jidadnya(dahinya) hitam , tapi mereka membaca Al-Quran tidak sampai ke lubuk hatinya dan solatnya tidak diterima oleh Allah swt." Oleh itu iktikad bida'ah di dalam hati adalah sangat berbahaya, seperti mengiktikadkan apa-apa yang nantinya dapat menyesatkan dia kepada kepercayaan bahawa Allah seperti makhluk
Misalnya : betul-betul duduk dalam Arash, padahal Allah itu Laisakamislihi syai'un.

Kelak apabila pintu hijab itu telah terbuka, maka dapatlah diketahui bahawa Allah itu tidaklah sebagaimana yang kau lukis dalam hati, akhirnya nanti akan ingkar kepada Allah. Nah di kala itu ia akan mati dalam Suul Khotimah. Kelak kalau orang sudah sakaratulmaut dan terbuka hijab, baru menyedari bahawa urusan ini demikianlah sebenarnya.

Kalau tidak sama dengan apa yang ditekadkan dalam hatinya, dia akan bingung. Nah, dalam keadaan begitu dia matinya dalam Suul Khotimah, meskipun amal-amalnya baik, nauzubillah. Maka yang paling penting itu adalah iktikad.

Tiap-tiap orang yang salah iktikad kerana pemikirannya sendiri atau kerana ikut-ikutan pada orang lain, ia jatuh dalam bahaya ini. Kesholehan dan kezuhudan serta tingkah laku yang baik, juga tidak mampu untuk menolak bahaya ini. Bahkan tidak ada yang akan menyelamatlkan dirinya melainkan iktikad yang benar. Kerana itu perhatian leluhur kita kepada yang baik-baik kerana didasari iktikad baik. Orang yang fikirannya sederhana adalah lebih selamat. Sederhana, tidak berfikir secara mendalam, meskipun bisa dikatakan orang kurang ilmunya, tapi ia lebih selamat daripada orang yang berlagak mempunyai ilmu, tapi dasar iktiqadnya tidak benar.

Orang yang sederhana itu, ialah orang yang beriman kepada Allah, kepada Rasul-Nya, kepada Akhirat, dan ini hanya garis besarnya saja. Nah inilah selamat.

Kalau kita tidak mempunyai waktu untuk memperdalam pengetahuan ilmu Tauhid, maka usahakan dan perjuangkan agar dalam garis besarnya kita tetap yakin dan percaya; seperti itu sudah selamat.
Cukup kalau didalam hatinya ia berkata :

"Ya saya beriman kepada Allah S.W.T., hakikatnya berserah diri kepada Allah, dan iman kepada akhirat dan sebagainya, dalam garis besarnya saja". Terus dia beribadah dan mencari rezeki yang halal dan mencari pengetahuan yang berguna bagi masyarakat, sebetulnya itu lebih selamat bagai orang yang tidak sempat belajar secara mendalam.

Tapi iman yang hanya secara garis besarnya saja harus kuat; seperti petani-petani yang jauh dari kota dan orang-orang awam yang tidak berkecimpung dalam perdebatan yang tidak menentu.

Rasulullah s.a.w. suka memperingatkan, pada suatu waktu ada orang-orang yang sedang berdebat tentang takdir sampai berlangsung lama, melihat ini Rasulullah sampai merah padam wajahnya, lalu berpidato : "Sesatnya orang-orang yang dulu itu kerana suka berdebat, antara lain tentang qada dan qodar".

Dan baginda bersabda:

"Orang-orang yang asalnya benar, tapi kemudian sesat, itu dimulai kerana suka berbantah-bantahan".

Berbantah-bantahan itu kadang-kadang memperebutkan hal-hal yang tidak ada gunanya.

Sabda Rasulullah s.a.w.:

"Sebahagian besar daripada penghuni syurga itu adalah orang-orang yang fikirannya sederhana saja".

Tidak was-was, cukup dengan garis besarnya saja dari hal iktiqad. Ini diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dalam Sju-Abil Iman. Kerana itu maka leluhur kita suka melarang orang bercakap yang sia-sia dan tidak penting; jangan suka mengkritik urusan orang lain, urus saja, kaji saja, soal bagaimana supaya ibadah sah, supaya kamu bisa mencari rezeki yang halal.

Boleh saja kamu menjadi tukang sepatu, jadi petani, atau jadi doktor, pokoknya jangan mengkritik urusan sesuatu, kalau bukan ahlinya!!!. Leluhur kita suka memberi nasihat demikian. Kerana kasihan, gunanya belum tentu, tapi bahayanya sudah nampak. Garis besarnya adalah sebagaiman berikut:

Apa yang terdapat dalam Al-Quran saya percaya dan kalau ada ayat-ayat Al-Quran yang saya tidak mengerti, saya serahkan kepada Allah swt dan apa yang dalam hadits saya percaya.
Bagi orang-orang awam yang bukan ahli, garis besarnya, cukup demikian, pokoknya kita jangan menyekutukan Tuhan dengan apa, pegang saja laisa kamislihi syai'un. Apa yang terlintas di hati, sebetulnya hanya buatan hati saja, sebaik saja timbul waswas yang dilakukan oleh syaitan, maka tolaklah itu. Bagaimana Allah itu ??? Wallahu a'lam.

Allah sendiri Yang Tahu, Adapun tentang diri kita sendiripun, kita tidak tahu, apalagi zat Allah swt.
Kerana leluhur kita suka melarang, jangan main ta'wil-ta'wilan terus diselindungi dengan Ayat Al-Quran, katanya agar dimengerti oleh fikiran yang sihat, akhirnya ketika dicocokkan dengan undang-undang alam, padahal teori itu berubah.

Dulu ada orang yang suka mencocokkan ayat-ayat Al-Quran dengan teori-teori ilmu fisika dan sebagainya, akhirnya teori-teorinya itu berubah. Orang yang berbuat demikian itu sudah mati dan tafsirannya hanya menjadi sampah belaka.

Sebab sudah ternyata teorinya itu bisa berubah, sedangkan dia sudah mendasarkan tafsirnya pada Al-Quran bagi teori-teori itu, lalu dibawanya mati, ini berbahaya sekali.

Kerana itu, kita jangan mencuba-cuba berani menafsirkan Al-Quran hanya atas dasar pikiran raba-raba saja. Sebab ilmu pengetahuan , baik yang lama maupun yang moden, dasarnya hanya pengalaman dan percubaan yang hanya merupakan perhitungan saja.

Oleh kerana itu, janganlah sekali-kali kita berani mendasarkan i'tikad yang hanya didasarkan pada hasil perhitungan saja. Sebaiknya kita mengetahuinya secara global saja, sebab hal itu ada yang melarang, agar pintunya jangan dibuka sama sekali. Kerana ada orang yang mendapat ilham dari Allah dengan dibersihkan hatinya dan inkisyaf, sebelum mati sudah inkisyaf, nanti setiap orang juga inkisyaf, meskipun bukan Wali. Namun Aulia Allah pun tempo-tempo selagi hidup sudah inkisyaf.

Para Wali tahu akan adab kesopanan, mereka diam, kerana tidak ada bahawa yang cukup menerangkannya, seandainya hal ini dibahas maka akan banyak sekali bahaya-bahayanya. Tanjakan-tanjakannya sulit, akal lahir tidak mampu kalau dipakai untuk menyusun/mengoreksi sifat dan Zat Allah swt. Dan didekatinya oleh Arifin itu dengan rasa saja, tidak dengan akal lahir tapi dengan rasa batin. Dan rasa batin itu belum ada bahasanya, hanya tempo-tempo beliau-beliau itu mengadakan istilah untuk dipakai di antara beliau-beliau saja. Ini sebab yang pertama.

Sebab yang kedua bagi Suul Khotimah itu, kerana imannya saja yang lemah dan lemah iman itu banyak sebab-sebabnya, sebahagian besar dari campur gaul. Kalau orang bercampur gaul dengan orang-orang yang lemah imannya, apalagi bergaul dengan orang -orang yang suka mengejek, maka akan makin lemah saja imannya. Dan juga dari bacaan-bacaan; kalau orang sudah cenderung membaca apa-apa yang bisa melemahkan iman, akhirnya orang itu jadi atheis, dan benar-benar kufur.

Kedua, sebab dari lemah iman itu ditambah oleh suatu istilah: hatinya dikuasai oleh hubbud-dunya. Sudah imannya lemah, dikuasai pula oleh hubbud-dunya. Mementingkan diri sendiri dalam soal-soal keduniawian itu ertinya hubbu-dunya. Kalau iman sudah lemah, cinta kepada Allah juga jadi lemah, dan kuat cintanya kepada dunia yang bererti mementingkan diri sendiri dalam soal-soal keduniawian.
Akhirnya kalau sudah dikuasai betul-betul hubbud dunya, tidak ada tempat untuk cinta kepada Allah S.W.T.

Hanya itu saja yang terlintas dihati; Oh, cinta kepada Allah, Allah pencipta diriku.
Tapi pengakuan ini hanya merupakan hiasan bibir batin sahaja. Hal inilah yang meyebabkan dia terus menerus melampiaskan syahwatnya, sehingga hatinya menghitam dan membatu, bertumpuk-tumpuk kegelapan dosa itu dihatinya. Imamnya semakin lama, semakin padam; akhirnya hilang sama sekali dan jadilah ia kufur, hal ini sudah menjadi tabiat.

Firman Allah S.W.T.:

"Hati mereka itu sudah dicap, jadi mereka tidak bisa mengerti".

Dosa mereka merupakan kotoran yang tidak bisa dibersihkan dari hatinya. Kalau sudah datang sakaratul maut, maka cinta mereka kepada Allah semakin lemah, sebab mereka merasa berat dan sedih meninggalkan dunianya, kerana keduniawian sudah menguasai diri mereka. Setiap orang yang meninggalkan kecintaannya tentu akan merasa sedih lalu timbul dalam fikirannya :

"Kenapa Allah mencabut nyawaku ?"

Kemudian berubah hati murninya, sehingga dia membenci takdir Allah. Kenapa Allah mematikan aku dan tidak memanjangkan umurku ? Kalau matinya dalam keadaan demikian, maka ia mati dalam keadaan Suul Khotimah, naudzubillah.

Demikianlah keterangan singkat dari Imam Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin.

Pengakhiran kehidupan su'ul khotimah seorang abid

Bismillahirrahmanirrahim
perkongsian dari hati ke hati... kisah teladan yg punya ibrah yg banyak.... moga celik hati dan akal dalam menilainya
Janganlah menyangka bahawa amal ibadat yang banyak sudah pasti untuk menjamin seseorang itu masuk ke syurga Allah SWT.
Ikuti kisah berikut untuk dijadikan contoh teladan dan iktibar kepada kita semua….

Janganlah kita terlampau puas dengan amal soleh yang sudah kita lakukan dan bersandar padanya. Apalagi diikuti dengan merasa bangga diri dan merasa sudah pasti menjadi ahli surga. Akibatnya, tidak lagi
berharap kepada rahmat Allah dan kemurahan-Nya.
Sesungguhnya perbuatan hamba ditentukan pada akhir hayatnya. Dan kita tidak tahu di atas kondisi apa mengakhiri kehidupan kita, apakah husnul khatimah (akhir hayat yang baik) atau su’ul khatimah (akhir hayat yang buruk).
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya segala perbuatan ditentukan bahagian akhirnya.” (HR. Bukhari).
ertinya, barangsiapa yang telah ditetapkan oleh Allah beriman di akhir hayatnya, meskipun sebelumnya dia kufur dan selalu melakukan maksiat, menjelang kematiannya ia akan beriman. Ia meninggal dalam keadaan beriman dan dimasukkan ke dalam surga. Demikan juga dengan orang yang sudah ditentukan kafir atau fasik di akhir hayatnya, meskipun sebelumnya ia beriman, maka menjelang kematiannya ia akan melakukan kekufuran. Ia meninggal dalam keadaan kufur dan akan dimasukkan ke dalam neraka.
Dari Abdullah bin Mas’ud, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
فَإِنَّ الرَّجُلَ مِنْكُمْ لَيَعْمَلُ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ
وَبَيْنَ الْجَنَّةِ إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ كِتَابُهُ
فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ وَيَعْمَلُ حَتَّى مَا يَكُونُ
بَيْنَهُ وَبَيْنَ النَّارِ إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ
الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ
“Sesungguhnya ada salah seorang dari kalian beramal dengan amalan ahli surga sehingga jarak antara dirinya dengan surga hanya hanya tinggal satu hasta, tapi (catatan) takdir mendahuluinya lalu dia beramal dengan amalan ahli neraka, lantas ia memasukinya. Dan sesungguhnya ada salah seorang dari kalian beramal dengan amalan ahli neraka sehingga jarak antara dirinya dengan neraka hanya tinggal satu hasta, tapi (catatan) takdir mendahuluinya, lalu ia beramal dengan amalan ahli surga, lantas ia memasukinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat Sahl bin Sa’ad al Sa’idi, “Sesunggunya ada seorang dari kalian benar-benar melakukan amalan ahli surga, dalam apa yang nampak kepada manusia. . . .” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kerananya, kita harus senantiasa berdoa supaya Allah senantiasa memberikan keteguhan hati di atas kebenaran dan kebaikan serta memberikan kepada kita husnul khatimah. Sebaliknya kita juga berlindung kepada Allah dari su’ul khatimah dan kesudahan yang buruk.
Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam senantiasa berdoa,
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِيْنِكَ
“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hati di atas agama-Mu.”
Dalam riwayat muslim beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,“sesungguhnya hati semua manusia berada di antara dua jari Allah, seolah-olah hanya satu hati. Allah berbuat sekehendak-Nya.” Lalu beliau berdoa,
اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ
“Wahai Dzat yang memalingkan hati, palingkanlah hati kami kepada ketaatan kepada-Mu.”
Sebab Su’ul Khatimah
Ibnu Hajar al Haitami berkata, “Sesungguhnya akhir hayat yang buruk diakibatkan bibit keburukan yang terpendam dalam jiwa manusia, yang tidak diketahui orang lain. Kadang-kadang seseorang melakukan perbuatan-perbuatan ahli neraka, namun di dalam jiwanya terpendam bibit kebaikan. Maka, menjelang ajalnya bibit kebaikan itu tumbuh dan mengalahkan kejahatannya. Sehingga ia mati dalam keadaan husnul
khatimah.”
Abdul Aziz bin Dawud berkata, “Aku hadir pada seseorang yang sedang ditalqin (dibimbing untuk mengucapkan kalimat syahadat), akan tetapi ia tidak mau. Lalu aku bertanya tentang orang ini. Ternyata ia seorang peminum khamer.”
Pada kesempatan yang lain ia berkata, “Berhati-hatilah dengan dosa, karena dosa bisa menjerumuskan seseorang ke dalam su’ul khatimah.”
Berhati-hatilah dengan dosa, kerana dosa bisa menjerumuskan seseorang ke dalam su’ul khatimah.
Abdul Aziz bin Dawud
Kisah Tragis seorang ahli Ibadah yang mati Su’ul Khatimah
Manshur bin Ammar mengisahkan, dulu kala aku punya seorang teman yang suka melampaui batas, lalu bertaubat. Aku melihat dia banyak beribadah dan shalat tahajjud. Suatu ketika aku putus komunikasi dengannya. Dan menurut kabar dari orang-orang, ia sedang sakit. Maka aku pergi ke rumahnya dan anak perempuannya datang menemuiku. Dia bertanya, “Siapa yang engkau ingin temui?” Aku menjawab, “Si fulan.” Maka ia mengizinkanku masuk dan akupun bergegas ke dalam rumah.Aku melihatnya sedang tebaring di atas ranjang yang terletak di tengah rumah. Mukanya terlihat kehitaman, kedua matanya tertutup dan kedua bibirnya bengkak dan menebal.
Aku berkata padanya dengan perasaan takut melihatnya, “Wahai saudaraku, perbanyaklah mengucap Laa Ilaaha Illallaah.” Ia membuka kedua matanya dan menatapku dengan penuh kemarahan, lalu ia tak sadarkan diri. Kembali kuulangi perkataanku kedua kalinya, wahai saudaraku perbanyaklah mengucap Laa Ilaaaha Illallaah.” Pada saat aku mengulanginya untuk ke tiga kalinya, lalu ia membuka matanya dan berkata, “Wahai Manshur, saudaraku, kalimat ini telah menjauh dariku.”
Aku bergumam, “Tiada daya dan tiada upaya melainkan dengan izin Allah, Dzat Maha Tinggi dan Maha Mulia.”
Kemudian aku bertanya padanya, “wahai saudaraku, di manakah shalat, puasa, tahajud dan shalat malammu?”
Ia menjawab, “Aku melakukan semua itu bukan untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dan taubatku hanyalah taubat palsu. Sebenarnya aku melakukan semua itu supaya aku dikenal dan disebut-sebut orang, aku melakukannya dengan maksud pamer kepada orang lain. Bila aku menyepi seorang diri, aku masuk ke dalam rumah dan memasang tirai-tirai, lalu aku minum khamer dan menantang Tuhan dengan kemaksiatan-kemaksiatan. Aku terus melakukan itu sampai beberapa masa. Kemudian aku ditimpa penyakit hingga hampir binasa. Saat itu juga aku suruh anak perempuanku, ‘ambilkanlah aku mushaf!’ dan aku berdoa, ‘Ya Allah, demi kebenaran Al-Qur’an yang agung, sembuhkanlah aku!’ Dan aku berjanji tidak akan kembali melakukan dosa untuk selamanya. Maka Allah membebaskanku dari penyakit.
Setelah sembuh, aku kembali kepada keadaan semula, hidup berpoya-poya dan berhura-hura. Syetan telah membuatku lupa dengan perjanjian yang telah kuikrarkan kepada Tuhanku. Aku terlena dalam keadaan itu sampai beberapa saat lamanya hingga aku menderita sakit hampir mati karenanya. Lalu aku perintahkan keluargaku membawaku ke tengah-tengah rumah seperti biasanya. Kemudian aku suruh mereka mengambilkan mushaf dan aku mulai membacanya. Lalu aku acungkan mushaf itu seraya berdoa, ‘Ya Allah, demi kehormaan kalam-Mu yang ada dalam mushaf ini, bebasknalah aku dari penyakitku!.’ Maka Allah mengabulkan permintaanku dan menyembuhkan penyakitku.
Kemudian aku kembali hidup bersenang-senang dan akupun jatuh sakit lagi. Lalu aku perintahkan keluargaku membawaku ke tengah-tengah rumah seperti yang engkau lihat sekarang ini. Kemudian aku menyuruh mereka mengambilkan mushaf untuk kubaca, tetapi mataku sudah tidak bisa melihat satu hurufpun. Aku pun menyadari bahwa Allah sudah murka kepadaku. Lalu aku acukan mushaf itu di atas kepalaku seraya memohon, ‘Ya Allah, demi kehormatan mushaf ini, bebaskanlah aku dari penyakit ini, wahai penguasa bumi dan langit!’ Tiba-tiba aku mendengar seperti suara memanggil, ‘engkau bertaubat tatkala engkau sakit, dan engkau kembali kepada perbuatan dosa tatkala engkau sembuh. Betapa banyak Dia menyelamatkanmu dari kesusahan, dan betapa banyak Dia menyingkap bala’ cubaan tatkala engkau diuji. Tidaklah engkau takut dengan kematian? Dan engkau telah binasa di dalam kesalahan-kesalahan’.”
‘Engkau bertaubat tatkala engkau sakit, dan engkau kembali kepada perbuatan dosa tatkala engkau sembuh. Betapa banyak Dia menyelamatkanmu dari kesusahan, dan betapa bayak Dia menyingkap bala’ cobaan tatkala engkau diuji. Tidaklah engkau takut dengan kematian? Dan engkau telah binasa di dalam kesalahan-kesalahan’.
Manshur bin ‘Ammar berkata, “sungguh demi Allah aku keluar dari rumahnya dengan air mata tertumpah merenungkan ‘ibrah yang baru kulihat, dan belum sampai di pintu rumahku, sampailah kabar bahwa dia sudah meninggal.” [PurWD/voa-islam.com]
~ artikel daripada Tauziyah@yahoogroups.com

Husnul Khotimah dan Su'ul Khotimah

Husnul Khotimah dan Su'ul Khotimah

Sesungguhnya bagian manusia dari dunia ini adalah umurnya. Apabila dia membaguskan penanaman modalnya pada apa yang dapat memberikan manfaat kepadanya di negeri akherat maka perdagangannya akan beruntung. Jika dia menjelekkan penanaman modalnya dalam perbuatan-perbuatan maksiat dan kejahatan-kejahatan sampai dia bertemu dengan Allah pada penghabisan (akhir) yang jelek itu maka dia termasuk orang-orang yang rugi. Berapa banyak (jasad-jasad) yang menyesal di bawah tanah?!

Orang yang berakal adalah orang yang menghisab (menghitung amalan) dirinya sebelum Allah menghisabnya, dan dia takut akan dosa-dosanya sebelum dosa-dosanya itu menjadi sebab akan kehancurannya. Ibnu Mas'ud ra berkata : "Seorang mu'min melihat dosa-dosanya seolah-olah dia duduk di bawah sebuah gunung, dia takut gunung itu akan menimpanya." (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim).

Di sini kami akan menerangkan sebab-sebab yang menimbulkan Su'ul Khatimah, sebagai berikut:

1. At-taswif (menunda-nunda) taubat

Bertaubat kepada Allah dari seluruh dosa-dosa adalah wajib bagi setiap mukallaf (orang yang dibebani perkara-perkara agama) pada setiap waktu. Firman Allah Ta'ala, artinya: "Dan bertaubatlah kalian semua kepada Allah wahai orang-orang yang beriman, mudah-mudahan kalian beruntung." (An-Nur : 31).
Diantara tipu daya iblis yang paling berhasil dimana dia menyerang manusia dengannya adalah menunda-nunda taubat.

2. Panjang angan-angan

Panjang angan-angan merupakan sebab kesengsaraan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memperingatkan kita dengan peringatan yang keras dari hal itu, beliau bersabda, artinya:
"Sesungguhnya apa-apa yang paling aku takutkan (terjadi) pada kalian adalah dua sifat: Mengikuti hawa nafsu dan panjang angan-angan. Adapun mengikuti hawa nafsu maka dia akan memalingkan dari kebenaran dan adapun panjang angan-angan maka dia akan (menimbulkan) cinta terhadap dunia." (HR. Ibnu Abi Ad-Dunya).

3. Menyukai perbuatan maksiat

Apabila manusia terbiasa dengan salah satu perbuatan maksiat dari sekian banyak maksiat dan tidak bertaubat darinya maka setan akan menguasai hatinya dan akan mengua-sai fikirannya sampai saat-saat terakhir dari kehidupannya.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda, artinya:
"Barangsiapa meninggal dunia dalam keadaan melakukan sesuatu maka Allah akan membangkitkannya dalam keadaan itu." (Diriwayatkan oleh Al-Hakim dan dishahihkannya menurut syarat Muslim dan disetujui oleh Adz-Dzahaby)

4. Bunuh diri

Imam Al-Bukhari telah meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallah 'anhu , Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda, artinya:
"Orang mati karena mencekik dirinya maka dia akan mencekiknya di dalam neraka dan orang-orang yang menikam dirinya maka dia akan menikamnya di dalam neraka."

Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallah 'anhu , beliau berkata:
"Seorang laki-laki mengikuti perang Khaibar bersama Rasulullah n, maka beliau berbicara tentang seorang laki-laki diantara orang-orang yang diakui telah Islam: "(Laki-laki) ini termasuk penghuni Neraka." Maka ketika peperangan datang, laki-laki itu banyak membunuh (musuh-musuh) kemudian dia terluka. Maka dikatakan kepada beliau: Wahai Rasulullah, yang engkau katakan tadi bahwa dia termasuk penghuni neraka. Sesungguhnya dia telah banyak membunuh (musuh-musuh) pada hari ini dan dia telah mati. Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Menuju ke Neraka." Sebagian kaum muslimin hampir saja ragu, maka ketika mereka dalam keadaaan (seperti) itu, tiba-tiba ada berita tentang laki-laki tersebut, bahwa: Sesungguhnya dia tidak mati akan tetapi dia terluka parah, maka ketika suatu malam dia tidak sabar atas luka itu, dia bunuh diri. Lalu hal itu dikhabarkan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam , maka dia bersabda, artinya:
"Allah Maha Besar. Aku bersaksi bahwa aku adalah hamba dan utusan Allah."
Kemudian beliau menyuruh Bilal maka dia berseru kepada manusia: Bahwa "Tidak akan masuk Surga melainkan jiwa-jiwa yang menyerahkan diri, dan sesungguhnya Allah akan benar-benar mengokohkan agama ini dengan laki-laki Fajir." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Husnul Khotimah

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menerangkan tentang beberapa khabar gembira yang menunjukkan pada husnul khatimah, di antaranya :
* Ucapannya ketika meninggal dunia adalah kalimat tauhid. Al-Hakim meriwayatkan dari Muadz bin Jabal radhiyallah 'anhu berkata: Telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam , artinya:
"Barangsiapa yang ucapan terakhir-nya adalah tidak ada ilaah selain Allah maka dia akan masuk Surga." (HR. Abu Dawud dan Al-Hakim dishahihkan oleh Al-Hakim).
* Dia mati dalam keadaan syahid dengan tujuan meninggikan kalimat Allah. Allah Ta'ala berfirman, artinya: "Janganlah kalian mengira orang-orang yang terbunuh di jalan Allah itu mati, bahkan mereka hidup di sisi Rabb mereka (dengan) diberi rizki." (Ali Imran: 169).
* Dia mati dalam keadaan berperang di jalan Allah atau bermuhrim ketika haji. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, artinya: "Barangsiapa yang terbunuh di jalan Allah maka dia itu syahid."
Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang seorang yang berihram lalu terjatuh dari ontanya: "Mandikanlah dia dengan air dan (daun/pohon) bidara, kafanilah dia dengan kedua bajunya dan jangan tutupi (kerudungi) kepalanya. Sesungguhnya ia akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan bertalbiyah." (HR. Muslim).
* Akhir amalnya, taat kepada Allah. Hudzaifah radhiyallah 'anhu meriwayatkan dia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, artinya: "Barangsiapa mengatakan karena mencari wajah Allah kemudian (akhir hayatnya) ditutupkan dengan kalimat itu maka dia masuk Surga." (HR. Ahmad).
* Mati karena membela (diri) dari lima perkara yang dijaga oleh agama, yaitu: Agama, jiwa, harta, kehormatan dan akal. Dari Sa'id bin Zaid radhiyallah 'anhu berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, artinya: "Barangsiapa yang mati karena membela (mempertahankan) hartanya maka dia syahid. Barangsiapa mati karena membela keluarganya maka dia syahid, barangsiapa mati karena membela agamanya maka dia syahid dan barangsiapa mati karena membela darahnya maka dia syahid." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).
* Mati dalam keadaan bersabar. Dari Jabir bin Utaik berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, artinya: "Orang-orang yang mati syahid ada 7 (macam) selain terbunuh di jalan Allah: Orang yang terkena wabah tho'un syahid, orang yang tenggelam syahid, yang mempunyai penyakit radang paru-paru syahid, orang-orang yang mati karena penyakit perut syahid, orang yang terbakar syahid, orang yang mati karena bencana alam syahid dan wanita yang mati karena hamil syahid." (HR. Ahmad, Nasaa'i, Abu Dawud dan Hakim dia berkata: sanadnya shahih dan disepakati oleh Adz-Dzahaby).
* Meninggal dalam keadaan nifas karena (sebab kematiannya adalah) anaknya. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, artinya:
"Seorang wanita yang terbunuh oleh anaknya (sebab nifas) adalah syahid. Anaknya dengan kegembiraannya mengantarkan wanita tersebut ke Surga." (HR. Ahmad).
* Mati karena tenggelam, terbakar dan bencana (alam). Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, artinya:
"Orang-orang yang mati syahid adalah 5 (macam): Orang yang mati karena wabah tho'un, karena penyakit perut, karena tenggelam, karena bencana alam dan orang yang syahid di jalan Allah Azza wa Jalla." (HR. Tirmidzi dan Muslim).
* Mati pada malam Jum'at atau siangnya. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, artinya: "Tidaklah seorang muslim mati pada hari atau malam Jum'at melainkan Allah akan melindunginya dari fitnah (adzab) kubur." (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
* Berkeringat keningnya ketika mati. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, artinya:
"Seorang Mukmin mati dengan berkeringat di keningnya." (HR. Tirmidzi dan Nasaa'i).
Penutup

Di ujung pertemuan ini baik bagi kita untuk meringkaskan sarana-sarana yang Allah menjadikannya sebagai sebab husnul khotimah, yaitu :

1. Taqwa kepada Allah

Allah berfirman, artinya: "Wahai orang-orang yang beriman bertaqwallah kalian kepada Allah dan janganlah kalian mati melainkan dalam keadaan Muslim." ( Ali Imran: 102).

2. Terus menerus dzikir kepada Allah

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, artinya: "Barang-siapa yang perkataan terakhirnya adalah Laa Ilaaha Illallaah maka dia masuk Surga." (HR. Abu Dawud dan Al-Hakim, Al-Hakim menshahihkannya dan disetujui Adz-Dzahabi).
Sa'id bin Manshur meriwayatkan dari Al-Hasan berkata: Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya: "Amalan apakah yang paling utama? beliau bersabda, artinya:
"Engkau mati pada hari engkau meninggal dunia dalam keadaan lisanmu basah dengan dzikir kepada Allah."

Diringkas dari buletin da'wah dengan judul: "Husnul Khotimah wasailuha Wa 'Alamatuha wat Tahdziru Min Suil Khotimah" oleh Dr. Abdullah bin Muhammad Al-Muthlaq. cet. Daar Al-Wathan-Riyadh No. 73.
(c) Hak cipta 2008 - Hatibening.com

Tanda-tanda Suul Khotimah

Ada beberapa sebab Suul Khatimah yang wajib diketahui oleh setiap mukmin sehingga dapat berhati-hati darinya. Yang paling dominan adalah sibuk dengan urusan dunia, selain itu tidak istiqamah, lemah iman, rusaknya akidah, dan terus menerus dalam kemaksiatan. Karena orang yang bergelimang dalam maksiat dan umurnya panjang dalam kejahiliyaan, maka hatinya akan akrab dengan maksiat. Segala aktivitas yang dilakukan dan disukai oleh seseorang di masa hidupnya, akan hadir dalam ingatannya di saat datangnya ajal. Jika yang lebih disukainya adalah perkara ketaatan, maka ketika datangnya kematian ia akan ingat ketaatan, sebaliknya, jika ia lebih condong pada kemaksiatan, maka itulah yang akan lebih banyak muncul ketika datangnya kematian.

Hati merasa takut untuk berpisah dengan apa yang disukainya dan apa yang sudah menjadi kebiasaannya, terlebih lagi di saat genting dan terjadinya musibah. Apabila hati telah yakin akan berpisah dengan apa yang disukainya tadi, maka ia akan teringat dengannya ketika hidupnya akan berlalu. Berkata Ibnul Qayyim: “Oleh karena itu – Wallahu a’lam – sering kali orang yang akan meninggal mengucapkan apa yang disukainya dan banyak ia sebut, dan bahkan mungkin rohnya keluar dalam keadaan ia mengucapkan kalimat tadi. Banyak orang yang hobinya main catur di saat sakaratul maut mereka mengatakan “Rajanya mati”, dan sebagian yang lain mendendangkan syair sampai ia meninggal, karena dahulunya ia adalah penyanyi.

Ada seseorang yang mengabarkan kepadaku bahwa salah satu kerabatnya adalah seorang pedagang kain, di saat ajal datang mengatakan: “Kain ini bagus, sesuai untukmu, barang ini murah, menyamai ini dan itu”, sampai ia meninggal dunia.

Mujahid berkata, “Tidak ada seorangpun yang akan meninggal dunia, kecuali akan akan diperlihatkan padanya teman-teman yang biasa duduk bersamanya, baik itu mereka yang hobi bermain, maupun yang gemar dzikir.

Ada orang yang hobi main catur, ketika sakaratul maut, dikatakan padanya: “Ucapkanlah Laa ilaaha illallah, maka ia mengatakan: “Rajamu”, kemudian ia meninggal. Ia mengucapkan kalimat yang biasa ia katakan ketika bermain (catur) semasa hidupnya, sehingga ia mengganti kalimat tauhid dengan (Rajamu). Keadaannya tidak berbeda dengan orang yang biasa duduk dengan pecandu minuman keras, ketika ajal datang, dan ada orang yang mentalqinnya untuk mengucap syahadat, tetapi ia malah mengatakan: “Minum dan berilah aku minum), lalu iapun meninggal. Laa haula walaa quwwata illaa billaahil ‘Aliyyil ‘Adziim.

Demikianlah keadaan orang yang bertambah umurnya, tetapi dalam waktu yang sama bertambah keburukannya. Sehingga dalam umurnya yang dewasa keburukannya lebih banyak dibanding ketika masa kecilnya. Orang semacam ini biasanya sulit untuk bertaubat, dan tidak mendapat taufiq untuk beramal sholeh yang bisa menghapus apa yang telah ia lakukan dahulu. Dikhawatirkan ia akan mengalami su’ul khatimah sebagaimana yang terjadi pada banyak orang, yang meninggal dengan membawa kotoran. Mereka belum bersuci darinya sebelum meninggalkan dunia. Ini adalah tipu daya setan pada manusia di saat datangnya ajal, saat setan memerangi seorang hamba pada kali terakhirnya.

Dari Sa’id bin Musayyab dari ayahnya berkata: ketika Abu Thalib mendekati ajalnya, Rasulullah SAW mendatanginya, sementara di dekat Abu Thalib ada Abu Jahal bin Hisyam dan Abdullah bin Abi Umayyah bin Al-Mughirah, maka Rasulullah saw bersabda: “Wahai pamaku, ucapkanlah Laa ilaaha illallah, satu kalimat yang akan aku jadikan saksi di hadapan Allah“. Maka Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah berkata: “Wahai Abu Thalib, apakah engkau berpaling dari ajaran Abdul Muthalib? Rasulullah tiada henti-hentinya menasehati pamannya, begitupula Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah berkata seperti tadi, sampai pada akhirnya Abu Thalib mengucapkan bahwa ia mengikuti ajaran Abdul Muthalib dan enggan untuk mengucapkan Laa ilaaha illallah.

Diriwayatkan bahwa setan hadir di saat anak Adam sedang mengalami sakaratul maut dan ruhnya keluar, kemudian ia menawarkan padanya semua agama selain Islam. (Ia datang) dengan rupa orang yang memberi nasehat dan terpercaya seperti seorang ayah, ibu, saudara, atau teman setia, lalu berkata: “Matilah dalam keadaan Yahudi, karena ia adalah agama yang diterima di sisi Allah”. Atau ia berkata: “Matilah dalam keadaan nasrani yang merupakan agama Al-Masih dan diterima di sisi Allah Ta’ala. Setan tidak henti-hentinya menyebutkan keyakinan agama yang lain dengan harapan orang tadi meninggal dengan memeluk selain Islam. Inilah tujuannya, semoga Allah melaknatnya.

Berkata Abdullah bin Ahmad bin Hambal, “Aku menghadiri saat wafatnya ayahku, Ahmad dan tanganku memegang secercah kain untuk memegang janggutnya. Beliau tidak sadar kemudian terbangun dan mengatakan dengan isyarat tangannya: “Tidak, masih belum”. Beliau melakukannya berkali-kali. Maka aku katakan padanya: “Wahai ayahku, apa yang nampak olehmu ? Ayah menjawab, “Setan berdiri sambil menggigit terompahku dan mengatakan, “Wahai Ahmad, engkau telah selamat dariku”, maka aku mengatakan, “Tidak, masih belum sampai aku meninggal dunia”.

Al-Qurtubi berkata: “Aku mendengar guru kami Imam Abul ‘Abbas Ahmad bin Umar Al-Qurtubi berkata: Aku menyaksikan saat menjelang wafatnya saudara guru kami Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad Al-Qurtubi di Qurtubah. Dikatakan kepadanya Laa ilaaha illallah, tetapi ia mengucapkan: Tidak, tidak. Setelah ia sadar, kami mengingatkan hal tersebut padanya, maka ia menceritakan bahwa ada dua setan yang ada di sebelah kanan dan kirinya mengatakan salah satu dari keduanya membisiki: Matilah dalam keadaan yahudi, karena ia adalah sebaik-baik agama. Dan setan yang satunya berkata: Matilah dalam keadaan Nasrani, karena ia adalah sebaik-baik agama. Maka aku mengatakan pada keduanya: tidak, tidak, apakah kepadaku kalian menawarkan hal ini?”

Berkata Ibnul Jauzi, “Aku melihat sebagian orang yang beribadah dalam masa tertentu lalu berhenti, maka ada yang menyampaikan padaku bahwa orang tersebut berkata, “Aku telah beribadah pada Allah dengan ibadah yang tidak pernah dilakukan oleh siapapun juga.

Ibnu Katsir berkata, “Maksudnya…..bahwa dosa, maksiat dan syahwat menghinakan pelakunya di saat kematian di tambah pelecehan setan padanya, sehingga berkumpul padanya kehinaan dan lemahnya keimanan, sehingga ia mengalami su’ul khatimah. Allah berfirman:

“Dan adalah syaithan itu tidak mau menolong manusia” (Q.S Al-Furqaan 29).

Tidak ada yang ingin mengalami su’ul khatimah semoga Allah melindungi kita darinya. Pada orang yang suci lahir dan batinnya pada Allah dan juga benar dalam segala ucapan dan perbuatannya maka belum pernah terjadi hal yang demikian itu pada mereka. Su’ul khatimah hanya akan dialami oleh orang yang rusak keyakinan batinnya, rusak amalannya, yang berani melakukan dosa besar dan kejahatan, sehingga bisa jadi hal itu semua akan lebih dominan padanya sampai ajal menjemputnya sebelum ia sempat bertaubat.

Dikutip dari: Tanda-tanda Husnul Khatimah dan Suul Khatimah, disusun Dar Al-Qasim, Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah, www.islamhouse.com

ff

CO.CC:Free Domain
Program Affiliate Indowebmaker

dakwa ©Template Blogger Green by Dicas Blogger.

TOPO